FILSUF FRIEDRICH NIETZSCHE
Nietzsche adalah anak dari Darwin dan mempunyai
saudara laki-laki yang bernama Bismarck. Nietzsche adalah seorang filsuf yang
sering mencemooh para revolusionis Inggris dan para nasionalis Jerman. Ia juga
seorang filsuf yang selama hidupnya selalu menabuh genderang peperngan.
Filsafat
etika dikembangkan oleh Nietzsche berdasarkan teori evolusi. Bagi Nietzsche,
hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi dimana organisme yang paling pantas
untuk hiduplah yang berhak dapat terus melangsungkan kehidupannya. Kekuatan
disebut sebagai kebajikan yang utama, sedangkan kelemahan sebagai keterpurukan
yang dianggap memalukan. Menurut Nietzsche, yang baik adalah yang mampu
melangsungkan kehidupan, berjaya dan menjadi seorang pemenang. Yang buruk
adalah yang tidak dapat bertahan, terpuruk dan kalah didalam kehidupan.
Bagi
Nietzsche, hidup adalah tempat seluruh makhluk hidup bertarung agar dapat terus
bertahan dan melangsungkan hidupnya. Di dalam pertarungan yang kita sebut
dengan kehidupan tidak memerlukan kebaikan, melainkan kekuatan. Kerendahan hati
bukanlah sikap yang dibutuhkan, tetapi harus mempunyai kebanggan diri dan
kecerdasan yang sangat tajam. Hukum kehidupan yang sebenarnya adalah hukum yang
dibuat oleh alam, bukan hukum yang dibuat oleh manusia. Yang berarti, perbedaan
dan nasib hidup mahluk hidup ditentukan oleh seleksi alam, kelangsungan hidup
dan kekuasaan yang dimiliki.
Jika
pemikiran tersebut benar, maka tidak ada manusia yang lebih bermakna dan hebat
seperti Bismarck, seorang manusia yang jujur dan mengetahui secara pasti
mengenai kenyataan hidup. Tidak ada seorangpun yang memiliki keberanian seperti
Darwin dan Bismarck, karena pemikiran mereka berbenturan dengan common sense dan kemanusiaan. Akan
tetapi, Nietzsche memiliki keberanian yang lebih hebat melebihi kedua tokoh
tersebut. Ia membangun filsafat yang mengembangkan, membenarkan pemikiran dan
tindakan mereka serta menarik konsekuensi-konsekuensi yang jauh lebih luas
sehingga berbenturan secara keras, bukan hanya dengan common sense dan kemanusiaan, tetapi juga secara langsung dan
terang-terangan berbenturan dengan agama.
MANUSIA
DAN KEHENDAK BERKUASA
Konsep kehendak
untuk berkuasa Nietzsche adalah salah satu konsep yang bisa dikategorikan
sebagai pemikir naturalistik (naturalistic thinker), yakni yang melihat manusia
tidak lebih dari sekedar insting-insting alamiahnya (natural instincts) yang
mirip dengan hewan, maupun mahluk hidup lainnya. Nietzsche dengan jelas
menyatakan penolakannya pada berbagai konsep filsafat tradisional, seperti
kehendak bebas (free will), substansi (substance), kesatuan, jiwa, dan
sebagainya. Ia mengajak kita memandang diri kita sendiri sebagai manusia dengan
cara-cara baru.
Ada tiga konsep
dasar yang mewarnai seluruh pemikiran Nietzsche, yakni :
1 penerimaan total
pada kontradiksi hidup
2 proses
transendensi insting-insting alamiah manusia
3 cara memandang
realitas yang menyeluruh (wholism)
Pemikiran tentang
kehendak juga memiliki pengertian dasar tentang kehendak untuk berkuasa, berdasarkan
fragmennya antara lain :
- Kehendak untuk
berkuasa sebagai abstraksi dari realitas.
- sebagai aspek
terdalam sekaligus tertinggi dari realitas (the nature of reality)
-sebagai realitas
itu sendiri apa adanya (reality as such)
Ketiga makna itu
bisa disingkat dalam rumusan berikut, sebagai berikut "hakekat terdalam
dari alam semesta beserta dengan geraknya yang dilihat dari sisinya yang paling
gelap" Nietzsche melihat realitas satu unsur terdalam (fundamental
aspect) yang menentukan segalanya. Unsur terdalam itulah yang disebutnya
sebagai kehendak untuk berkuasa. Dorongan ini tidak dapat ditahan, apalagi dimusnahkan,
karena segala sesuatu yang ada berasal dari padanya. Seluruh realitas dan
segala yang ada di dalamnya adalah ledakan sekaligus bentuk lain dari kehendak
untuk berkuasa. Kehendak untuk berkuasa adalah dorongan yang mempengaruhi
sekaligus membentuk apapun yang ada, sekaligus merupakan hasil dari semua
proses-proses realitas itu sendiri. Semua ini terjadi tanpa ada satu sosok yang
disebut sebagai pencipta, atau subyek agung. Semua ini adalah gerak realitas
itu sendiri yang berjalan mekanis, tanpa pencipta dan tanpa arah. Dunia adalah
sesuatu yang hampa, dan tak memiliki pencipta, namun bisa hadir dan berkembang
dengan kekuatannya sendiri. Di dalam dunia semacam ini, tidak ada pengetahuan
obyektif dan untuk memperoleh pengetahuan hanya memerlukan subyektivitas (subjectivity)
dan kemampuan untuk menafsir (interpretation). Dua hal ini menurut
Nietzsche lahir dari kehendak untuk berkuasa itu sendiri. Dengan subyektivitas
dan kemampuan untuk menafsir, manusia bisa melihat hubungan sebab akibat (causality)
di dalam dunia. Dengan dua kemampuan ini, manusia bisa menempatkan diri,
sekaligus menempatkan benda-benda yang ada di dalam dunia pada tempat yang
semestinya. Kehendak untuk berkuasa mendorong manusia untuk menjadi subyek yang
aktif di dalam menjalani hidup, sekaligus menjadi penafsir dunia yang memberi
makna (meaning) atasnya. Dengan kehendak untuk berkuasa, manusia bisa
menciptakan dan menata dunia. Dalam arti ini dunia adalah tempat yang
bukan-manusia (inhuman). Dunia menjadi bermakna karena manusia, dengan
subyektivitas serta kemampuannya menafsir, memberinya makna, dan menjadikannya
manusiawi (human).
Manusia harus belajar melihat
alam tidak hanya dari kaca matanya sendiri, dari kaca mata alam, kehidupan
ini sendiri adalah kehendak untuk berkuasa. Maka kehendak berkuasa adalah “afirmasi
yang penuh suka cita pada hidup itu sendiri.” Hidup memang tak bertujuan dan tak memiliki nilai. Namun manusia diminta
untuk menerima dan menikmatinya sepenuh hati. Manusia tidak dipandang sebagai mahluk
rasional, melainkan sebagai mahluk yang hidup dengan rasa dan sensasi-sensasi (sensational
being) yang diterimanya. Sensasi itu mendorong manusia untuk mencipta dunia (world-creating
activity). Pemahaman Nietzsche tentang ini didapatkan dari pola berpikir metafisisnya,
bahwa hakekat dari sesuatu bisa dilihat dari efek-efek yang ditimbulkannya, yakni
penciptaan. Penciptaan hanya mungkin jika entitas tersebut memiliki kuasa. Pemikiran
Nietzsche tentang kehendak untuk berkuasa bukanlah sebuah pandangan dunia yang sistematis
(systematic worldview). Cara penjelasan Nietzche berupa mitologis (mythological
explanation) yang lebih imajinatif, deskriptif, dan kaya di dalam memahami dunia.
Konsep ini lahir dan berkembang, ketika ia membahas pemikiran Schopenhauer, bahwa
dunia adalah representasi dari kehendak dan ide manusia (world as will and representation).
Schopenhauer melihat dunia sebagai kehendak buta, bersikap pesimis, dan memilih
untuk melarikan diri darinya, namun Nietzsche melihat dunia sebagai kehendak untuk
berkuasa, bersikap optimis, dan memilih untuk merayakan kehidupan dengan segala
kerumitannya, dua sikap tersebut dapat digunakan untuk memahami mentalitas manusia
jaman ini di dalam memandang kehidupan. Di tengah kehidupan yang tak selalu jelas,
ada orang yang memilih untuk putus asa, dan kemudian bunuh diri, atau melarikan
diri dari dunia seperti sikap yang ditunjukkan Schopenhauer. Ada pula orang yang
menanggapi semua itu dengan berani, dan bahkan merayakan absurditas kehidupan itu
sendiri seperti yang disarankan oleh Nietzsche. Nietzsche ingin membongkar kemunafikan
manusia modern yang merindukan dan menghasrati kekuasaan, namun berpura-pura menolaknya
karena alasan-alasan moral. Nietzsche mengajak untuk menerima diri kita apa adanya,
tidak menolak, atau bahkan mengutuk kekuasaan yang sesungguhnya merupakan dorongan
alamiah kita sebagai manusia. Dengan penerimaan semacam ini, kekuasaan tidak lagi
menjadi destruktif, tetapi bisa didorong sebagai kekuatan untuk mencipta.
Refrensi : https://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Nietzsche
www.kompasiana.com/.../pemikiran-friedrich-nietzsche_552c360d6ea83
Buku Kehendak untuk Berkuasa Filsafat Friedrich nietzsche oleh will durrant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar